Ticker

6/recent/ticker-posts

Tuhan atau Tuan


Pada mulanya kata tuhan hanyalah 'plesetan' dari kata tuan dan ini terjadi karena kesalahan seorang Belanda bernama Melchior Leijdecker seorang pendeta yang berlatar belakang dokter pada tahun 1678. Perubahan kata ‘tuan’ menjadi ‘tuhan” itu terjadi sebagai salah satu gejala paramasuai, yaitu penambahan bunyi h yang nirguna pada kata-kata tertentu, misalnya hembus, hempas, hasut, dan tuhan.


Gejala itu timbul karena pengaruh lafal daerah dan yang sangat penting adalah yang berkaitan dengan penjajahan bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia. "Lingua Franca Melayu yang dipakai bangsa-bangsa Eropa, antara lain Portugis dan Belanda, sebagai bahasa administrasi untuk kegiatan ekonomi dan politik di seantero Nusantara, juga dipakai dalam kepentingan penyiaran agama Nasrani, agama umum yang dianut oleh bangsa-bangsa Eropa.


Peralihan tuan menjadi tuhan, sepenuhnya bersumber dari kepercayaan mereka atas Yesus. Mereka biasa menyebut Yesus dengan panggilan "tuan", yang dalam bahasa Yunani adalah 'Kyrios', dalam bahasa Portugis 'senor', dalam bahasa Belanda 'heere', dalam bahasa Prancis 'seigneur', dan dalam bahasa Inggris 'lord'.


Ketika penghayatan ini diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, mula-mula oleh bangsa Portugis bernama Browerius, pada tahun 1663, sebutan Yesus Kristus masih Tuan, tetapi ketika orang Belanda bernama Leijdecker pada tahun 1678 menerjemahkan surat-surat Paulus itu, sebutan Tuan telah berubah menjadi Tuhan.


Dengan kata lain, Leijdecker yang pertama kali menulis Tuhan. Dengan demikian, jelaslah bahwa kosakata Tuhan masuk kedalam bahasa Indonesia sebagai pengaruh teologi (agama) Kristen. Pada mulanya hanya sebagai 'plesetan' atau 'salah tulis' orang Belanda, tapi selanjutnya dibakukan sebagai kosakata baru yang disejajarkan dengan kata ilah dalam bahasa Arab.


Bekas-bekas penjajahan masih bertebaran dimana-mana, dan banyak diantaranya yang menjadi warisan abadi bagi bangsa Indonesia. Perubahan makna kata ‘tuan’ menjadi “tuhan” merupakan bukti yang sangat jelas pemahaman kolonial masih kita adopsi sampai sekarang. Kita ini abdi tuan, kita mengabdi hanya kepada satu tuan yaitu tuan semesta alam yang menciptakan segalanya. Semua agama mengajarkan tidak boleh ada tuan tuan yang lain selain DIA.

Post a Comment

0 Comments