Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah Nabi Abraham (Ibrahim as) Dalam Membangun Peradaban Dunia


Bagi umat beragama sudah barang tentu mengakui peran besar Nabi Abraham (Ibrahim as) dalam membangun peradaban dunia, dalam hal menciptakan generasi-generasi unggulan, yang melahirkan para Nabi dan Rasul, dan para Nabi dan Rasul keturunannya tersebut lah yang menjadi sosok penting dalam masing-masing agama tertentu, seperti halnya, Nabi Musa as, merupakan sosok yang diagung-agungkan bagi kalangan Yahudi, begitu pula Nabi Yesus (Isa as), sosoknya di puja-puji oleh umat Nasrani, dan dari keturunan Nabi Ismael (Ismail as), yaitu Nabi Muhammad as, yang juga merupakan keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as) dicintai dan disanjung oleh pengikutnya, dan dunia pun mengakui bahwa dia merupakan tokoh penting dan berpengaruh dalam peradaban dunia.

Sebetulnya, siapakah Nabi Abraham (Ibrahim as) ? Apa misinya yang dia bawa sehingga perannya begitu berpengaruh dalam peradaban dunia ?

Nabi Abraham (Ibrahim as) adalah  Bapak dari banyak suku dan bangsa  (Kej.17:4-6),  selain sebutan itu, dia juga disebut Bapak dari para Nabi, dan  kesayangan Tuhan (QS.4:125), sebutan yang layak dan pantas disematkan kepada dirinya, karena berkat kegigihannya, dunia bisa memahami tentang kebenaran sejati tentang Tuhan. Dia membawa ajaran monoteisme, yang mengajarkan kepada keturunannya bahwa Tuhan itu satu (tunggal;esa) dan berkuasa penuh atas segala sesuatu, seperti halnya, yang disebutkan dalam point pertama Pancasila, yaitu, 'Ketuhanan Yang Maha Esa', sebetulnya, jika kita benar-benar memahami point tersebut, hal tersebut mengacu kepada ajaran monoteisme itu sendiri.

Nabi Abraham dalam Al Kitab, diterangkan berasal dari negeri Ur Kasdim, letaknya di selatan Mesopotamia, merujuk pada  penelitian yang dilakukan Leonard Woolley (1927), disana, Nabi Abraham (Ibrahim as) menyampaikan kebenaran sejati tentang Tuhan, dan kemudian dia pun ditentang oleh kaumnya (QS.6:80), sehingga, dirinya pergi meninggalkan bangsa atau kaumnya, dengan mengajak serta Nabi Loth (Lut as), kerabat dekatnya, beserta istrinya, dan pengikutnya yang mengimaninya, pergi ke tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya (Kej.17:1-11), tentu saja, untuk mendapat janji Tuhan, harus lah terlebih dahulu berjuang, baik secara harta maupun jiwa.

Nabi Abraham (Ibrahim as) diberikan anugerah dari Tuhan, harta kekayaan yang banyak, beserta anak-anak yang tidak terhitung banyaknya, yang berasal dari ketiga keturunannya (Kej.15:5), baik itu dari keturunan Sara atau Sarai (Siti Sarah), yaitu, Nabi Ishak as (Keluaran 32:13), keturunan Hagar (Siti Hajar), yaitu, Nabi Ismael (Ismail as) (Kej.17:20), dan dari keturunan istri ketiganya, yang banyak tidak diketahui masyarakat luas, yaitu, Ketura, yang melahirkan beberapa anak bagi Nabi Abraham (Ibrahim as) (Kej. 25:1-6). Dari Keturunan mereka inilah, yang dijanjikan Tuhan kekuasaanNya berupa KerajaanNya atau Khilafah.

Pemahaman bahwa selain Sara atau Sarai (Siti Sarah), adalah gundik-gundik, berasal dari Kitab Kejadian, hal yang harus kita pahami bahwa, Hagar (Siti Hajar) bukan lah gundik, dia istri sah dari Abraham, karena Abraham menikah atas persetujuan Sara (Siti Sarah), begitu pula dengan Ketura yang diambilnya menjadi istrinya, dikarenakan mana mungkin seorang Nabi yang paham betul ajaran dan hukum Tuhan, berbuat sesuatu yang melanggar hukum Tuhan, dalam hal hukum yang mengatur pernikahan, dan kewajiban seorang suami berlaku adil kepada istri-istrinya (mengenai janji Tuhan kepada keturunannya), seperti halnya, Hajar (Siti Hajar) yang diperintahkan menjauhi Ishak, begitu pula Ketura, yang juga disuruh menjauhi Nabi Ishak as. 

Pada  awal kenabiannya, seperti halnya Nabi Musa as, Nabi Abraham (Ibrahim as) pun keluar dari negerinya, tapi sebelumnya, melalui proses dakwah terlebih dahulu, kemudian, karena kaumnya jelas-jelas menolak kebenaran darinya, maka kaumnya di azab oleh Allah (QS.29:16-25), yang merupakan sa'ah (ajal atau keruntuhan) bagi mereka akibat mendustakan utusanNya, yang merupakan bagian dari sunnahNya atau kebiasaannya, karena setiap utusanNya pergi atau sudah keluar dari bangsa atau kaumnya, maka sudah dipastikan kaum tersebut di azab oleh Tuhan, seperti diceritakan dalam Al Qur'an, bahwa kaum Nabi Ibrahim as termasuk kaum yang dibinasakan oleh Tuhan (QS.9:70).

Setelah keluar dari negerinya, dan diselamatkan oleh Allah (QS. 21:71), dia pun menjadi pengembara bersama-sama dengan Nabi Lot (Luth as), istrinya, Sara (Siti Sarah), dan pengikutnya, tapi, dikarenakan Nabi Lot (Luth as) juga memiliki banyak pengikut dan begitu pula Nabi Abraham (Ibrahim as), sehingga terjadi namanya pertengkaran antar pengikutnya (Kej.13:1-10), dan dikarenakan juga bumi itu luas, maka Nabi Abraham (Ibrahim as) berpisah dengan Nabi Loth (Lut as), disebabkan karena dia harus ketempat yang diperintahkan Tuhan (QS.29:26), kemudian, Nabi Abraham (Ibrahim as) pun meneruskan perjalanannya, ada beberapa tempat dia singgahi, dalam rangka mengajarkan kebenaran tentang Tuhan (monoteisme), salah satunya, dia pernah pergi ke tanah Mesir, dan disitulah dia mendapatkan Hagar (Siti Hagar), yang kelak menjadi istri keduanya, yang melahirkan Nabi Ismael (Ismail as).

Apa yang melatarbelakangi Nabi Abraham (Ibrahim as) memperistri Hagar (Siti Hajar) ? Dikarenakan dia tidak memiliki keturunan, maka, atas seizin istri pertamanya, yaitu Sara atau Sarai (Siti Sarah), memperistri hambanya yang merupakan pengikutnya, yaitu, Hagar (Siti Hajar) yang berasal dari Bangsa Mesir, dan merupakan pemberian dari Raja Mesir, dia adalah seorang putri Mesir, bukan dari kalangan sembarangan (Kej.16:1-3).

Maka, dari istri keduanya, lahir Nabi Ismael (Ismail as) (Kej.16:11), yang dikatakan dalam Al Qur'an, seorang anak yang memiliki kesabaran yang tinggi (QS.37:101), dan dikarenakan Tuhan juga menyayangi Sara (Siti Sarah), maka Tuhan dengan tegas mengatakan kepadanya bahwa bukan dari keturunan Hagar (Siti Hajar) lah, kekuasaan atau atau tanah yang dijanjikan kepada Nabi Abraham (Ibrahim as) diberikan, yaitu, tanah Kanaan (Kej.17:8), melainkan keturunannya, tentu saja bagi Sara (Siti Sarah), hal tersebut adalah sebuah berita yang mengherankan bagi dirinya, dia pun heran mendengarnya, dikarenakan hal yang aneh baginya, dia dan suaminya, yang sudah tua, mempunyai seorang anak (QS.11:72 & Kej.18:10-15), kemudian, anak tersebut mereka diberi nama Ishak (QS.15:53), dan dia pun diberi anegerah kenabian oleh Tuhan (QS.37:112).

Mengenai keterangan dalam Al Kitab, yang menyebutkan Sara (Siti Hajar) telah berhenti haid, tidak ada keterangan dalam Al-Qur'an, sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak mungkin kehamilan bisa terjadi apabila perempuan sudah berhenti haid (secara ilmiah).

Diceritakan dalam Al Kitab, bahwa Nabi Abraham (Ibrahim as) sebetulnya mengharapkan anaknya, Nabi Ismael (Ismail as) lah yang mendapat janji dari Tuhan terlebih dulu (Kej.17:18), tapi dikarenakan janji Tuhan kepada Sara (Situ Sarah), bahwa dari keturunannya lah yang terlebih dulu mendapatkan kekuasaan dariNya, maka Tuhan memiliki skenario lain terhadap Nabi Ismael (Nabi Ismail), dia dikorbankan (disembelih) oleh Nabi Abraham (Ibrahim as), pergi ke tanah Arab, sehingga dari peristiwa itu dia mendapatkan sembelihan besar (keberuntungan besar) (QS.37:107), Nabi Ismael (Ismail as) pergi bersama-sama dengan Ibunya, selaku pembimbingnya, dalam rangka membangun Bait Allah atau Baitullah (rumah Allah) disana. Tentu saja, dikarenakan hal tersebut adalah kehendak Tuhan, maka, berhasillah Nabi Abraham (Ibrahim as) meninggikan pondasi Baitullah atau Bait Allah (rumah Allah) bersama-sama dengan Nabi Ismael (Ismail as), di tanah Arab (Mekkah) (QS.2:127), dalam artian, rumah Allah atau tempat dimana hukum Tuhan berlaku sudah berdiri tegak di muka bumi, yang terpusat di Bakkah (Mekkah), kuasa Tuhan tersebut terjadi pada saat di zaman Nabi Abraham dan Nabi Ismael (Ismail as) masih hidup.

Lalu, bagaimana dengan perjalanan hidup Nabi Ishak as, selaku anak keduanya, dari Sara (Siti Sarah), dalam rangka menegakkan hukum Allah atau Din Allah atau Khilafah ?

Tentu saja, Nabi Ishak as, seperti halnya Nabi Ismael (Ismail as), juga berhasil mendirikan KerajaanNya, hanya saja, perlu proses yang tidak sebentar, dan bukan di zamannya dia mendapat keberuntungan besar, tapi di zaman Nabi Yusuf as, selaku keturunan Nabi Yakub as, yang merupakan anak kedua dari Nabi Ishak dengan istrinya (Kej.25:25-26), yaitu, Ribka, yang berasal dari negeri Ur Kasdim (Kej.24:4). Sebetulnya, Nabi Ishak as mengkehendaki anak pertamanya, yaitu, Esau, yang mendapatkan hak kesulungan atau hak untuk mendapatkan kekuasaan (Khilafah) dari Tuhan, tapi dikarenakan, Esau menolak pada awalnya, dan menganggap ringan hak kesulungan tersebut, maka, sesuai kehendak Tuhan, Nabi Yakub as lah yang meneruskan misi Nabi Ishak as, lebih jauh, misi dari Nabi Abraham (Ibrahim as) (Kej.25:27-34), dan dari Nabi Yakub as inilah lahir 12 suku (bangsa;kaum), yang lahir dari empat istrinya dan dari kedua belas anaknya tersebut, hak kesulungan jatuh kepada Nabi Yusuf as, yang diceritakan dalam Kitab Suci, melalui mimpinya sendiri, Nabi Yusuf as dianugerahi kenabian, dan saudaranya diceritakan dalam mimpinya tersebut tunduk kepada dirinya, selaku utusanNya (Yusuf 12:4 & Kejadian 3:9).

Singkat cerita, Nabi Yusuf yang dibuang oleh saudara-saudaranya ke tanah Mesir, akibat iri hati saudara-saudaranya kecuali Bunyamin, maka Nabi Yusuf as pun menjadi orang buangan di Mesir, dan dikarenakan ketakwaannya, dia pun dikaruniai kemampuan menafsirkan mimpi, dan karena hal tersebut lah, dia diangkat menjadi Bendaharawan Mesir (Kejadian 41:41 & QS.12:54-55), dan dikarenakan dia berhasil menafsirkan mimpi sang Raja, yang merupakan gambaran masa depan tentang kondisi yang terjadi di tanah Mesir. Sebelum itu, dia sempat dipenjara karena fitnah yang kejam dikarenakan apa yang dia sampaikan tentang kebenaranNya kepada orang-orang di Mesir. Hal tersebut semata-mata dikarenakan berkat dari Tuhan, maka, Raja Fir'aun berbaik hati dengan Nabi Yusuf as (QS.12:43-55).

Pada zaman Nabi Yusuf as, Raja Mesir adalah Raja yang bijaksana, bukan Raja Fir'aun di zaman Nabi Musa as, selaku keturunan dari saudaranya, Lewi, sama-sama berasal dari keturunan Nabi Israel (Nabi Yakub as).

Disebabkan karena kebaikan Raja Fir'aun di zaman Nabi Yusuf as, maka, semua keluarga nya tinggal di Mesir (Kej.45:16-21), dan disanalah mereka tinggal dalam waktu yang sangat lama, beranak pinak, sehingga bertambah banyaklah kaum Bani Israel (Israil) hidup di Mesir, dan menimbulkan kekhawatiran bagi Raja Mesir (Raja Fir'aun) di zaman Nabi Musa as (Keluaran 1:8-14).

Pada zaman Nabi Musa as, Raja Fir'aun bukan lah Raja seperti di zaman Nabi Yusuf as, Raja tersebut berperangai buruk, kejam, dan menindas Bani Israel (Israil). Diceritakan dalam catatan sejarah, Raja tersebut membunuh anak-anak laki-laki Bani Israel atau keturunan yang mampu melawannya, dan hanya membiarkan anak perempuan mereka yang hidup (keturunan yang lemah atau tidak berdaya melawannya).

Raja tersebut tidak mengenal kebaikan Nabi Yusuf as, dan disitulah awal mula penderitaan Bani Israel (Israil), mereka diperbudak selama 400 tahun lamanya, dari semenjak kekuasaan Nabi Yusuf as (Kej.15:13), tentu saja, Tuhan tidak tinggal diam terhadap apa yang terjadi kepada Bani Israel (Israil), selaku keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as), yang dijanjikan berkuasa di muka bumi (QS.2:124 & Kejadian 17:7-8).

Tuhan pun mengutus utusanNya kembali ke tengah-tengah Bani Israel (Israil), yaitu, Nabi Musa as, dan pada awal kenabiannya, Nabi Musa as membunuh penduduk asli Mesir, karena kepeduliannya terhadap kaumnya. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui, Nabi Musa as adalah seseorang yang diambil dan di asuh oleh Puteri Fir'aun, dirinya, dibesarkan dalam Kerajaan Fir'aun, dan dirinya juga diangkat sebagai anak Raja Fir'aun (Keluaran 2:1-10 & QS.20:39).

Dikarenakan pencarian yang dilakukan olehnya dalam hal menyangkut kebenaran sejati yang bersumber dari Tuhan, maka dia pun terus mencari kebenaranNya agar kaumnya (Bani Israel) bisa terbebas dari perbudakan, awalnya dia mencoba dengan cara kekerasan, tapi hal tersebut malah dipertanyakan oleh Bani Israel, siapa yang memilihnya menjadi pemimpin bagi Bani Israel (Keluaran 2:14) ? Kemudian, dalam proses pencariannya, dia keluar dari Mesir, dan pergi ke tanah Midian, disana dia bertemu dengan Nabi Yitro (Nabi Syuaib), imam Midian, dari garis keturunan Bani Ketura, yang berasal dari istri ketiganya Nabi Abraham (Ibrahim), dan kemudian menikahi anaknya, ketika dia masih dalam bimbingan Nabi Yitro (Syuaib as) (Keluaran 2:11-22)

Disanalah, dia dididik tentang bagaimana caranya membebaskan Bani Israel. Sebagai seorang Nabi, tentu saja Nabi Yitro (Syuaib) berpengalaman tentang hal tersebut, dia pun membimbing Nabi Musa as selama 10 tahun (QS.28:27), dia diajarkan bagaimana mengembala hewan-hewan gembalaannya, yang merupakan perumpamaan tentang bagaimana membina, mengkader, dan mengelola umat, yang mana umat tersebut diperumpamaan sebagai hewan gembalaan (QS:28:22-25).

Disana, dia menikah dengan anak Nabi Yitro (Syuaib as), yang bernama Rehuellah Zipora (Keluaran 2:21), dan melahirkan dua orang anak baginya, yaitu, Gersom dan Eliezer (1 Tawarikh 23:15). Akhirnya, sampailah pada wahyu yang turun kepadanya, dan diapun diangkat Tuhan menjadi Rasul (QS.7:143-144) dan pergi ke tanah Mesir bersama-sama dengan saudaranya Harun, bertujuan mengajak Bani Israel untuk keluar dari Mesir, dan pergi ketanah yang dijanjikan Tuhan kepada mereka, yaitu, tanah Kanaan, yang merupakan tanah perjanjian Tuhan kepada Nabi Abraham (Ibrahim as), yang diberikan kepada keturunan Bunda Sara (Siti Sarah).

Seperti yang dilakukan para utusan Tuhan yang lain, Nabi Musa as, melalui tahapan dakwah terlebih dahulu, baru kemudian, mereka diajak keluar oleh Nabi Musa as, dan saat itu terjadi, maka, kekuasaan Fir'aun runtuh, akibat azab yang diberikan Tuhan karena menolak ajakan Tuhan untuk kembali kepadaNya (QS.29:39 & QS.2:50) .

Setelah mereka keluar, mereka pun dihadapkan pada kondisi dimana mereka harus berperang untuk mendapatkan tanah perjanjian mereka, dan ketika perintah Tuhan turun untuk menyerang Yerikho, dan dari dua belas suku yang dibawa oleh Nabi Musa as tersebut, hanya dua suku yang mau menerima ajakan (perintah) Nabi Musa as, yang dipimpin oleh Yosua dan Kaleb. Akibat penolakan mereka terhadap perintah Tuhan tersebut, maka, pengikut Nabi Musa as, ditunda kemenangannya selama 40 tahun, dan pengikut-pengikutnya yang menentang tersebut sudah tidak ada lagi dalam perjuangan Nabi Musa as.

Dikarenakan usia Nabi Musa as sudah sangat tua, dan saudaranya Harun, selaku orang keduanya, dan merupakan mulutnya dalam hal berbicara kepada umatnya maupun kepada bangsanya, juga sudah meninggal mendahuluinya (Bilangan 20:22-29), maka Nabi Musa as pun menyerahkan umatnya kepada Yosua, dan dibawah kepemimpinannya lah, Bani Israel berhasil mendapatkan kemenangan, di tandai dengan runtuhnya tembok Yerikho, dan atas kejadian itu mereka meniup sangkakala yang menandakan bahwa mereka telah menang (Yosua 6:1-27).

Hal yang menarik untuk diketahui, dalam perjalanan Nabi Musa as sebagai seorang Rasul, Nabi Musa as tidak bekerja sendirian, dia dibantu oleh Harun, selaku saudaranya yang diangkat Tuhan sebagai Nabinya dan juga tua-tua Bani Israel, yang mana dalam penyampaian wahyu yang turun dari Tuhan kepada Nabi Musa as, disampaikan kepada Harun terlebih dahulu, baru kemudian Nabi Musa as dan Harun menyampaikan kepada tua-tua Bani Israel, yang diceritakan dalam Al Kitab terjadi pada awal-awal kenabiaannya (Keluaran 4:27-31), dan peran tua-tua Bani Israel (Israil) adalah sebagai pendamping Nabi Musa as atau yang berdiri disampingnya (Keluaran 17:5 & Bilangan 11:16)

Tua-tua Israel tersebut, di angkat Nabi Musa as, sebagai orang-orang yang mendukungnya, dan bersama-sama dengannya, menyeru kepada Bani Israel (Israil) untuk segenap hati menuruti perintah Tuhan (Ulangan 27:1), dalam hal ini, tanggung jawab mereka terhadap bangsa tersebut sama halnya tanggung jawab Nabi Musa as, jadi, Nabi Musa as tidak memikul tanggung jawab tersebut sendirian, dan tua-tua tersebut berperan mengayomi (membimbing;membina) Bani Israel, layaknya orang tua bagi Bani Israel (Israil), seperti halnya yang diperbuat Nabi Musa as kepada Bani Israel (Israil) (Bilangan 11:7)

Dalam catatan sejarah di dalam Kitab Suci, Nabi Yitro (Syuaib as), yang berasal dari Bani Ketura, adalah pembimbing bagi Nabi Musa as dan Bani Israil (Israel) selaku bujangnya atau seseorang yang diberikan kekuasaan oleh Tuhan (pemegang kuasa). Dalam hal ini membuktikan Bani Ketura terlibat dalam perjuangan Nabi Musa as, selaku keturunan dari istri ketiga Nabi Abraham (Ibrahim as). Tentu saja, sesuai dengan sunnahNya atau kebiasaanNya, apa yang dibawa oleh para utusan Tuhan, tidak selamanya berdiri, dalam hal ini, Kerajaan Allah (Yerusalem) yang didirikan Nabi Musa as runtuh disebabkan karena ketidaksetiaan umatnya, yang juga sudah dinubuahkan (diprediksikan) Nabi Musa as (Ulangan 31:29) maupun Yosua (Yosua 23:15).

Kejayaan Kerajaan Allah (Yerusalem), yang dibangun oleh Nabi Musa as, puncaknya, pada zaman Nabi Solomo (Sulaiman as), banyak bangsa dan negara tunduk kepada KerajaanNya, dia adalah putra Nabi Daud as (1 Raja-raja 2:12), dan Kerajaan yang dibangunnya disebut Kerajaan Daud (1 Raja-raja 8:20), bukti gunung Sion (gunung Tuhan) berdiri tegak di hulu gunung-gunung (gunung bangsa-bangsa) (Yes.2:2), tapi, kejayaan di zaman Nabi Solomo (Sulaiman as) tidak selamanya ( 1 Raja-raja 8:25), dibawah kepemimpinan putranya, Rehabeam, awal mula keruntuhan dari KerajaanNya, dia tidak mendengarkan nasihat tua-tua Israel (Israil), lebih mendengarkan nasihat anak muda, sehingga, terjadi lah perpecahan, Yorebeam yang meminta belas kasih Rehabeam, dikarenakan ayahnya membuat dia menjadi pelarian di Mesir, tidak diindahkannya, dan malah diberikan hukuman melebihi hukuman yang diberikan ayahnya, hal itulah yang menyebabkan Bani Israel menjadi dua blok, blok Selatan dipimpin Rehabeam, dengan sekutunya Bani Lewi dan Bani Yehuda dan blok Utara dipimpin Yerobeam (anak Salomo yang lain), dengan sepuluh Bani lainnya, selain dari Bani yang mendukung Rehabeam, dan juga di dukung oleh negara bangsa-bangsa (1 Raja-raja 12:1-24). Maka, pada akhirnya, Kerajaan Allah (Yerusalem) tersebut runtuh.

Rehabeam maupun Yerabeam dikutuk oleh Tuhan, mereka dan keturunannya, dihancurkan (dibinasakan) oleh Tuhan (1 Raja-raja 13:1-34), dikarenakan memakan buah larangan (1 Raja-raja 14:1-31). Saat itulah awal mula penderitaan Bani Israel (Israil), mereka diperbudak kembali oleh penguasa-penguasa jahat yang menindas mereka, dalam artian, kekuasaan sudah tidak berada ditangan mereka, dan hukum Tuhan tidak dapat mereka berlakukan sebagaimana mestinya, dikarenakan Kerajaan yang dibangun oleh Nabi Musa as, selaku 'Fauding Father' bagi Bani Israel (Israil), runtuh, di bawah kepemimpinan Zedekia, Kerajaan Yehuda, yang disebabkan karena pertempuran dari dua blok tersebut yang tidak kunjung selesai pada masa itu (2 Raja-raja 25:6-7).

Maka, Bani Israel pun dalam kondisi meratap, mereka pun memohon kepada Tuhan untuk mendapatkan kasih sayang Tuhan kembali, karena Tuhan melihat ketulusan Bani Israel (Israil), maka, Tuhan pun mengutus kembali utusannya yang lain, ditengah-tengah Bani Israel, yaitu Nabi Yesus (Isa as), yang merupakan seorang anak dari perempuan suci atau perempuan yang dibimbing Tuhan  dan berasal dari keluarga Imran, yang merupakan keluarga yang dimuliakan oleh Allah (QS.3:33).

Tentu saja, kedatangan Nabi Yesus (Isa as) tersebut juga mendapatkan penolakan keras  dari kaumnya sendiri.

Pada awal kenabiannya, di usia remaja (buaian) (Lukas 2:41-52), dia sudah dapat menyampaikan kebenaranNya (QS.3:45-46), dan hal itu sangat mengherankan bagi kaumnya, sebagai pembelaan dirinya tentang tuduhan mereka kepada ibunya, yaitu, Bunda Maria (Maryam) yang dituduh mereka telah berbuat keji (QS.4:156) dan mungkar (QS.19:27), bahkan dia dianggap sebagai pezina (QS.19:20 & QS.19:28), dalam artian, dianggap sudah melenceng dari ajaran Taurat, yang mereka yakini bahwa tidak mungkin Tuhan mengutus utusanNya kembali setelah Nabi Musa as, ahli-ahli Taurat tersebut menganggap, Bani Israel (Israil) tidak pernah melakukan kesalahan, padahal sebetulnya, setelah keruntuhan kerajaan di zaman Zedekia, hal itu sudah menjadi bukti, bahwa Tuhan sudah tidak ada lagi diantara mereka.

Dalam perjuangan Nabi Yesus (Isa as), dia beserta murid-muridnya mengajak mereka berdakwah bersama-sama dengannya menyeru Bani Israel (Israil) untuk kembali kepadaNya, dengan cara mencontoh segala hal yang dilakukan oleh Nabi Musa as, yang tertuang di dalam Kitab Taurat, dan tujuan Nabi Yesus (Isa as) juga sama, yaitu mendirikan Kerajaan Allah atau Yerusalem kedua (Matius 6:10), yang merupakan akibat dari ketidaksetiaan Bani Israel (Israil) setelah kejayaan Kerajaan yang dibangun oleh Nabi Musa as, runtuh. Sehingga, Nabi Yesus (Isa as) selaku Mesias (penyelamat) bangsanya (Matius 16:20), dalam bertindak selalu berdasarkan Kitab yang ditinggalkan Nabi Musa as (Taurat), yang dicantumkan dalam Al Kitab, berupa Kitab Perjanjian Lama (Matius 5:18), dan dengan kedatangannya selaku utusan Tuhan, dari Bani Israel (Israil), maka, muncullah Kitab Perjanjian Baru, yang menandakan Tuhan sudah memaafkan Bani Israel (Israil) akibat mereka mengambil allah (tuan) lain, dengan cara mengikat perjanjian baru kepada Bani Israel (Israil) agar setia kepada ajaranNya (Lukas 22:20), sesuai dengan yang dinubuahkan oleh Nabi Zakharia (Lukas 1:67-75)

Perjuangan Nabi Yesus (Isa as), selaku utusanNya, sesuai sunnahNya atau kebiasaanNya, tidak mungkin gagal dalam menjalankan misinya, jika dia gagal berarti dia adalah Nabi palsu, karena mengatakan sesuatu tidak terbukti kebenarannya (Ulangan 18:20-22 & Markus 13:21-22) dan dengan mencontoh apa yang dilakukan Nabi Musa as, baik itu melalui dakwah di awal perjuangan-nya, kemudian, keluar dari cengkeraman Raja yang kejam (Raja Fir'aun) di zamannya, yang sesuai sunnahNya, pasti didahului dengan datanya azab Tuhan yang menimpa kaum yang mendustakanNya tersebut terlebih dahulu, yang disebut dalam Al Qur'an, sa'ah atau ajal atau batas waktu bangsa yang mendustakan tersebut (QS.7:34), ditandai dengan azab berupa bencana alam maupun bencana sosial yang menghinggapi kaum yang menolak keterangan utusanNya.

Dalam hal ini, keterangan dari Nabi Yesus (Nabi Isa as) menyatakan bahwa dia adalah Rasul atau utusan Allah atau pembawa RisalahNya, dan membawa berita kepada kaumnya bahwa ketika sa'ahnya (waktunya) azab Tuhan turun, kaum tersebut tidak dapat menghindar dari azab buruk yang akan menimpa mereka, akibat dari apa yang telah mereka kerjakan (Yunus 10:49). Masalah sa'ah tersebut hanya Tuhan yang mengetahui hal itu, tidak ada satupun manusia yang mengetahui, termasuk juga utusanNya (QS.72:25).

Memang tidak diceritakan secara jelas bagaimana azab yang menimpa kaum yang menentang Nabi Yesus (Isa as) tersebut, dalam Al Kitab, hanya menerangkan tentang gempa bumi ketika kebangkitan Nabi Yesus (Isa as) (Matius 27:54), yang tercatat pada hari ketiga, hal itu menunjukkan tahapan keluaran di zaman Nabi Musa as (Lukas 24:46), lebih jelasnya dijelaskan pada sejarah Nabi Yesus (Isa as), pada artikel "Sejarah Dunia Zaman Sebelum Masehi".

Memang di kalangan Nasrani ada anggapan bahwa  Nabi Yesus mati secara fisik, atau lebih dikenal di zaman Millenial saat ini, dengan istilah fenomena 'Lazarus syndrome' yang terjadi dalam dunia kesehatan, yang masih hangat diperbincangkan saat ini, pemahaman tersebut muncul dari kejadian pengikut Nabi Yesus (Isa as) yang bernama Lazarus, yang dihidupkan olehnya. Padahal, sejatinya, hal tersebut hanyalah bahasa perumpamaan, karena memang, Nabi Yesus (Nabi Isa) dalam dakwahnya menggunakan bahasa perumpamaan, yang diungkapkan olehnya kepada murid-muridnya (Matius 13:34-35).

Dalam hal ini, mati yang dimaksud oleh Nabi Yesus (Isa as) adalah mati kesadaran, yang berkaitan dengan jiwa seseorang, yang kesadarannya tidak mengenal ajaran Tuhan (Matius 8:22 & Markus 9:9), sehingga dirinya tidak hidup berdasarkan Ruhul Qudus (Ruh Suci;Ruh Tuhan; Ruh Kebenaran;Firman Tuhan) yaitu ajaran Tuhan yang menghidupi kesadaran manusia, sehingga mereka tidak mengetahui tujuan hidup mereka sesungguhnya (Lukas 7:22 & Lukas 10:21).

Singkat cerita, mereka berhasil mendirikan Kerajaan Allah, dengan ditandai keterangan bahwa mereka telah berhasil mengusir para penyamun dan pedagang merpati di Bait Allah atau rumah Allah (Yerusalem kedua) (Matius 21:12-13) dan pada keterangan lainnya di dalam Al Kitab  juga menyebutkan bahwa Nabi Yesus (Isa as) atau Anak Manusia, yang mana dalam hal ini membuktikan bahwa Yesus hanyalah mengatakan dirinya 'Anak Manusia' bukan anak Allah secara keturunan (darah dan daging) (QS. 4:171), di ceritakan dalam Al Kitab, dia datang dibalik awan (Lukas 21:25-28 & Markus 13:26), yang menunjukkan keterangan 'pada waktu itu' atau pada waktu kemenangan Bani Israel, dan saat itu dia duduk di atas keledainya, dan semua orang berteriak, 'Hosana Anak Daud' yang menandakan Kerajaan Daud telah berhasil dia dirikan kembali (Matius 21:1-11), dan pada saat itu lah hari kemenangan bagi Nabi Yesus (Isa as) dan murid-muridnya, dimana, murid-muridnya dijadikannya Khalifah atau pengganti dirinya dalam memimpin KerajaanNya.

Dalam keterangan Al Qur'an juga menceritakan kemenangan Nabi Yesus (Isa as), ditandai dengan permintaan murid-muridnya, dalam hal hidangan langit (ajaran-ajaran Tuhan) yang diminta mereka untuk diturunkan sebagai sebuah tanda dari hari raya atau kemenangan yang mereka dapatkan (QS.5:114).

Lalu, bagaimana kesudahan setelah kemenangan Nabi Yesus as (Isa as), tentu saja, sesuai sunnahNya, setiap umat memiliki ajalnya, dan sesuai nubuah Nabi Yeremia, yang hidup di zaman Zedekia, pada masa pembuangan, merupakan seorang Nabi yang benar dalam membuktikan ketakwaannya kepada Tuhan, mengatakan bahwa, Bani Israel akan dua kali melakukan kesalahan (kerusakan), dan hal itu sudah tidak diampuni oleh Tuhan (Yeremia 2:13).

Maka, giliran selanjutnya, dalam hal kekuasaan (Khilafah) Tuhan, digantikan dari keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as) yang lain, yaitu dari garis keturunan Nabi Ismael (Ismail), yang mana kita sangat mengenalnya, yaitu, Nabi Muhammad saw (QS.61:6), yang berasal dari Tanah Arab, keturunan Bani Hasyim, yang merupakan keturunan Nabi Ismael (Ismail as), yang juga dijanjikan oleh Tuhan kekuasaanNya seperti halnya Nabi Ishak (Ishak as) (Kej.17:20).

Seperti hal nya perjuangan Nabi dan Rasul sebelumnya, dia pun melalui tahapan dakwah, lalu dilanjutkan dengan Hijrah (Keluaran;Eksodus), baru kemudian Qital (Perang), selanjutnya, baru mendapatkan kemenangan (futuh Mekkah), dan pada akhirnya dia berhasil mendirikan 'Maddinah Al Munnawarah' atau sebutan lainnya adalah Darussalam (QS.10:25), seperti halnya, Yerusalem, yang ditegakkan oleh Nabi Musa as dan Nabi Yesus as, yang berarti negeri yang damai sejahtera atau negeri yang diberkati Tuhan (Matius 21:9-11).

Maka, apa yang terjadi dengan kekuasan yang diberikan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw tersebut, apabila kita memahami sejarah para Nabi dan Rasul sebelumnya, terdapat kebiasaan Allah (sunnah-Nya) yang tidak bisa dihindari oleh manusia, kekuasaan yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw, dibawah kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, runtuh akibat serangan Mongol, yang dipimpin oleh Hulagu Khan, diceritakan juga pada catatan sejarah, perpustakaan-perpustakaan disana dihancurkan dan buku-bukunya dibuang di sungai Tigris, hal itulah salah satu penyebab sejarah tentang kebenaran bahwa Islam membawa misi Khilafah menjadi tertutupi seperti halnya tirai asap, konsep Khilafah yang menjadi misi para utusanNya dibaurkan dengan pemahaman yang sempit, yaitu ibadah yang besifat individualis, bentuknya berupa ritus-ritus dan pengkultusan terhadap para utusanNya, hal ini wajar terjadi, karena hukum yang berlaku di dunia bukan hukum Tuhan tapi hukum bangsa-bangsa, sehingga jika misi Khilafah diperjuangkan maka akan bergesekan atau mengalami bentrokan dengan penguasa.

Apa selanjutnya yang terjadi dengan janji Tuhan mengenai kekuasaannya yang diberikan Tuhan kepada keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as) ? Apakah terhenti sampai dengan keturunan Nabi Ismael (Ismail as), selanjutnya misi Khilafah diberikan kepada siapa ? Sesuai janji Tuhan kepada seluruh keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as), maka, sudah sewajarnya, apabila istri ketiganya, yaitu Ketura, mendapatkan janji Tuhan selanjutnya, yang dikatakan dalam Al Kitab, dia pergi meninggalkan Nabi Abraham as, dan anaknya, Nabi Ishak as, pergi kesebelah timur, ke tanah timur (Kejadian 25:6)? Pertanyaannya, tanah timur tersebut dimana ? Apakah Tuhan menyalahi janji nya kepada Bani Ketura atau keturunan dari istri ketiga Abraham tersebut yang sama-sama keturunan Nabi Abraham (Ibrahim as) yang dijanjikan Tuhan mendapatkan kekuasaan dariNya ? Tentu, bagi kita mengimani bahwa janji Tuhan tidak pernah menyalahi janjiNya, tentu saja hal tersebut pasti terbukti kebenaranNya (QS.2:124), kapan itu terjadi ? Hanya Tuhan Semesta Alam lah yang mengetahuinya.

Post a Comment

1 Comments