Pernahkah kita berfikir siapakah Abraham (Ibrahim AS)?
Figur sentral dari tiga agama samawi, baik bagi kalangan Yahudi, Nasrani, maupun Islam. Banyak yang mengatakan bahwa Abraham (Ibrahim AS) adalah berasal dari salah satu agama tersebut,
Pertanyaannya!
Apa yang dibawa -Nya?
Padahal sudah jelas Abraham lahir sebelum lahir -Nya agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa Abraham adalah sosok yang bukan berasal dari produk agama, melainkan adalah bapak (panutan) bagi para Nabi setelah-Nya, baik bagi Moses (Musa AS), Yesus (Isa AS), dan Muhammad saw.
Artinya, sosok Abraham bagi keturunan-keturunan -Nya adalah sosok yang diikuti atau dicontoh jalan hidup-Nya, tentang bagaimana beribadah/mengabdi kepada Allah dengan benar
Dimana, Muhammad saw sekalipun mengikuti ‘Millah’ atau tata cara hidup dari Abraham, sebagai ‘Dien’ (sistem hidup dan kehidupan), bagi dirinya dan para pengikut -Nya.
Perhatikan keterangan Al Qur’an yang diterangkan di bawah ini!
Al Qur’an surat Al An’aam [6]:161 :
قُلْ إِنَّنِى هَدَىٰنِى رَبِّىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍۢ مُّسْتَقِيمٍۢ دِينًۭا قِيَمًۭا مِّلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ [٦:١٦١]
Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabb (Pengatur) -ku kepada jalan yang lurus, (yaitu) Dien (sistem hidup dan kehidupan) yang benar, ‘Millah Ibrahim’ yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.
Esensi Millah yang dimaksud disini sama dengan Dien, yang menunjukkan sebuah sistem yang berisikan nilai-Nilai ajaran
Untuk tunduk patuh/berserah diri (aslama) kepada Rabb (Pengatur), Malik (Penguasa;Raja), dan Illah (Yang Ditaati;Tuan), bagi manusia dan seluruh ciptaan -Nya yang lain.
Jadi, lantas kenapa kita masih berfikiran sempit dan curiga, mendengar istilah Millah Abraham (Ibrahim), dan menganggap hal tersebut sesuatu yang baru, bahkan dianggap Sinkritisme.
Padahal, Millah Abraham adalah sumber (pusat;sentral) dari ketiga agama besar yang ada di dunia saat ini, yang membawa ajaran yang lurus (hanif), ajaran yang satu (tauhid), dan ajaran yang ‘sama’ yang dibawa oleh keturunan-keturunan -Nya.
Oleh sebab itu, jika ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul yang berasal dari keturunan-Nya sama, mengapa menjadikan kita berbeda-beda (berpecah belah), dalam kotak-kotak agama
Padahal sudah sangat jelas bahwa Abraham (Ibrahim AS) adalah bapak (panutan) para Nabi yang mengajarkan Dien atau Millah yang sama, yang mengimani Tuhan yang sama, yang mengajarkan aturan hidup yang sama kepada manusia, dari setiap pergantian periode kerasulan dari zaman ke zaman
Lantas mengapa sampai dengan hari ini, kondisi perpecahan yang timbul akibat dari kotak-kotak agama yang sejatinya berasal dari-Nya (Abraham/Ibrahim AS) tidak pernah berubah?
Padahal jika ahli-ahli agama tersebut mau untuk mengimani Millah Abraham, tentu akan menjadikan mereka ‘satu’, dan tidak akan timbul perpecahan yang menimbulkan banyak-Nya kerusakan di muka bumi, akibat dari kotak-kotak agama tersebut.
Pertanyannya sekarang!
Mengapa bisa umat beragama beranggapan bahwa perbedaan keyakinan adalah sesuatu yang lumrah (wajar)
padahal jelas ajaran Abraham (Ibrahim AS) adalah Monotaisme atau dalam bahasa Al Qur’an (bahasa Arab) disebut dengan ajaran Tauhid, sedangkan dalam bahasa Sansekerta disebut dengan ajaran yang Esa, yang sama-sama berarti tunggal atau satu.
Hal itu dikarenakan, umat beragama pada hari ini sudah melupakan bapak -Nya sendiri, sehingga tidak mengenal dari mana mereka berasal, yakni berasal dari Abraham (Ibrahim AS), yang mengajarkan untuk senantiasa memeluk ajaran yang berasal dari -Nya dan tidak berpecah belah di dalam -Nya.
Dimana, dalam kenyataan yang kita temui, banyak yang mengklaim bahwa Abraham (Ibrahim AS) menganut agama Yahudi, dan ada juga yang mengatakan bahwa dirinya penganut agama Nasrani maupun penganut agama Islam
Padahal jika kita mau mempergunakan akal fikiran kita yang bersih dan sehat, tentu kita meragukan klaim tersebut, dikarenakan Abraham (Ibrahim AS) lahir sebelum Moses (Musa AS), Yesus (Isa AS), maupun Muhammad, artinya, bukan sesuatu yang masuk akal jika mengatakan bahwa dirinya pemeluk ketiga agama tersebut.
Perhatikan keterangan al Qur’an yang diterangkan di bawah ini !
Al Qur’an surat Ali-Imran [3] ayat 65 sampai dengan ayat 67 :
يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمَآ أُنزِلَتِ ٱلتَّوْرَىٰةُ وَٱلْإِنجِيلُ إِلَّا مِنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?
هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ حَـٰجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Beginilah kamu, kamu ini (seharusnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
مَا كَانَ إِبْرَٰهِيمُ يَهُودِيًّۭا وَلَا نَصْرَانِيًّۭا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفًۭا مُّسْلِمًۭا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Ibrahim “bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani”, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (muslim) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.
إِنَّ أَوْلَى ٱلنَّاسِ بِإِبْرَٰهِيمَ لَلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ وَهَـٰذَا ٱلنَّبِىُّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikuti -Nya (Ibrahim) dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.
Pada keterangan surat diatas, dikatakan Abraham (Ibrahim AS) adalah muslim atau sesorang yang berserah diri atau tunduk patuh kepada Allah, dalam arti disini, julukan muslim bersifat universal, yang tidak hanya ditujukan kepada manusia melainkan kepada makhluk (ciptaan) Allah lain -Nya.
Sehingga, jika dikatakan Abraham (Ibrahim AS) adalah seorang muslim, hal itu berarti menunjukkan bahwa dirinya sudah ‘aslama’ (islam) atau berserah diri/tunduk patuh kepada kehendak dan perintah -Nya, yang diundang-undangkan atas dirinya
Hal inilah sejatinya yang menyebabkan dirinya dalam keterangan surat diatas disebut sebagai sosok yang lurus (hanif), dan bukan termasuk golongan dari orang-orang musyrik atau golongan yang menduakan -Nya.
Dimana, ayat diatas turun di zaman kerasulan Muhammad saw, maka sudah seharusnya Ahlul Kitab yang disampaikan kebenaran oleh Muhammad saw berbantah-bantahan apa yang mereka ketahui, bukan malah sebaliknya, memperdebatkan tentang Abraham (Ibrahim), yang sudah jelas bukanlah bagian dari mereka.
Selain itu, mereka seharusnya mengimani Muhammad saw sebagai Rasul yang diutus di zaman mereka, dikarenakan hanya Muhammad saw beserta orang-orang yang beriman yang bersamanya -lah, yang benar-benar mengikuti Abraham (Ibrahim AS) secara keseluruhan (kaffah) kala itu
Untuk membenarkan Kitab-kitab sebelum -Nya, bahwa Tuan selalu mengutus Rasul -Nya di setiap zaman, dan selalu menggenapi janji -Nya, bahwa seluruh keturunan Abraham (Ibrahim AS) akan dijadikan imam atau pemimpin di muka bumi, kecuali keturunan-keturunan -Nya yang zhalim (musyrik) (QS.Lukman [31]:13) .
Perhatikan keterangan Al Qur’an yang diterangkan di bawah ini !
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 124 :
وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَـٰتٍۢ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًۭا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّـٰلِمِينَ [٢:١٢٤]
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb (Pengatur) -Nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zhalim”.
Maka, dari keterangan surat diatas, semestinya kita bisa memikirkan dan mengkritisi hal ini dengan sebaik-baiknya, jangan hanya menilai sesuatu tanpa ilmu, karena hanya dengan ilmu kita dapat menilai dengan benar dan dengan bijak
Apakah Millah Abraham adalah Sinkritisme, yakni menggabungkan beberapa ajaran menjadi satu, yang dinilai bertentangan menjadi sebuah ajaran (agama) baru?
Ataukah ajaran yang murni berasal dari Tuhan Semesta Alam, pencipta langit dan bumi ?
Fakta kebenarannya adalah Millah Abraham bukanlah sebuah agama, melainkan ajaran yang benar-benar murni berasal dari Tuhan Semesta Alam, untuk beribadah/mengabdi kepada Allah, Tuhan yang satu, Tuhan yang sama dari zaman ke zaman
dari mulai sebelum langit dan bumi di ciptakan, yang diperkenalkan oleh para Rasul -Nya, yang diri -Nya utus di setiap periode zaman yang ditetapkan -Nya.
Justru penganut agama pada hari ini lah, yang membuat perpecahan, dengan memecah belah Din (sistem hidup dan kehidupan) yang semesti -Nya bersifat menyatukan (satu) atau Tauhid menjadi bergolong-golongan.
Terbukti pada kondisi yang terjadi pada hari ini, penganut agama sudah tidak mau lagi untuk berdiskusi prihal kesamaan dari agama mereka
Padahal jika mereka mau mempergunakan akal sehat mereka dengan sebaik-baiknya, tentu ada garis merah yang menghubungkan ajaran yang mereka yakini dengan ajaran Abraham.
Yakni, ajaran yang dipegang teguh oleh para keturunan -Nya, baik itu Yakub AS (Israel), Yusuf AS, Musa AS, Isa AS (Yesus), maupun Muhammad AS.
Perhatikan Firman Tuhan yang diterangkan di bawah ini !
Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 132 :
وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِۦمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ [٢:١٣٢]
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih Din ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.
Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 133 :
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ إِلَـٰهًۭا وَٰحِدًۭا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ [٢:١٣٣]
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Rabb (Pengatur) -mu dan Rabb nenek moyang -mu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Illah (Tuan) Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.
Maka, dari keterangan surat yang diterangkan di atas sejatinya kita tidak lagi memperdebatkan, apakah ajaran yang dibawa oleh Abraham
maupun apa ajaran yang dipeluk atau diyakini oleh keturunan-Nya sampai dengan kematian mereka, karena sudah sangat jelas ajaran yang mereka yakini adalah ajaran Tauhid, yakni Dien Al -Islam.
Dimana, Dien Al-Islam disini sama pengertian -Nya dengan Millah Abraham, yakni jalan hidup Abraham, yang memegang prinsip bahwa hanya Allah -lah, Tuhan yang Esa, Tuhan yang Satu atau Tunggal, tidak ada Tuhan lain selain Allah.
Artinya, hal ini jelas menunjukkan bahwa Abraham bukan -lah Nasrani
bukan pula Yahudi, maupun Islam pada hari ini, melainkan dirinya memeluk ajaran murni dari Tuan, yakni Dien Al Islam
yang mengajarkan untuk tunduk patuh (berserah diri;aslama) kepada hanya satu-satu -Nya Illah (Tuan), yakni Allah, pencipta alam semesta, dengan menaaati segala perintah -Nya yang yang diperintahkan kepada dirinya.
Begitupula keturunan-keturunan -Nya, juga tunduk patuh hanya kepada Allah, dan mereka semua menjadikan Millah Abraham sebagai jalan hidup mereka, bukan selain itu.
Karena bagaimana mungkin, jika mereka tidak menginduk kepada Millah Abraham (ajaran hidup Abraham), apabila mereka berasal dari keturunan -Nya.
Pertanyaannya sekarang, ajaran hidup siapakah yang diyakini oleh umat beragama pada hari ini ?
Dalam kenyataan yang kita temui pada hari ini, para pemeluk agama merasa ASing mendengar Millah Abraham, bahkan mereka menganggap ajaran tersebut adalah penyimpangan
karena dianggap Sinkritisme, dan orang-orang yang memeluk Millah Abraham adalah orang-orang yang sesat, yang berusaha menggabungkan semua ajaran yang jelas-jelas berbeda.
Padahal, seandainya pemeluk agama memahami bahwa mereka berasal dari Abraham, tentu mereka mau membuka fikiran seluas-luanya dengan menggunakan akal sehat mereka dengan baik, dalam memahami Kitab mereka
yang sejatinya sangat jelas menerangkan bahwa ajaran yang dibawa oleh Musa AS, Yesus (Isa AS), maupun Muhammad saw, merupakan ajaran yang benar-benar murni berasal dari Abraham, yang tidak pernah berubah sampai kapan pun.
Hanya saja, hal yang harus kita pahami dalam hal ini, setiap umat punya ajal, artinya, tidak selama -Nya ajaran murni tersebut dapat bertahan di tengah-tengah umat para Nabi dan Rasul
karena apabila suatu umat sudah tidak setia memegang teguh prinsip hidup yang diajarkan oleh bapak mereka, Abraham, maka umat tersebut tentu sangat mudah untuk disesatkan oleh Kitab mereka sendiri, oleh pihak-pihak yang membenci ajaran para Nabi dan Rasul, bangkit ditengah-tengah manusia.
Maka sejatinya, ketika kondisi pengikut/umat Musa sudah berpaling, maka sudah barang tentu, ajaran mereka sudah tidak sama lagi dengan ajaran murni yang berasal dari Musa, dikarenakan sudah bercampur dengan hawa nafsu mereka
begitupula kondisi ketika pengikut Yesus (Isa AS) sudah berpaling, sudah barang tentu juga, ajaran murni berasal dari Yesus sudah tercampur dengan ajaran yang bersumber dari hawa nafsu manusia, terakhir
begitupula kondisi pada hari ini, ajaran Muhammad yang murni yang sejatinya sama dengan ajaran para Nabi dan Rasul sebelum -Nya, sudah dilupakan oleh para pengikutnya
yang tersisa pada hari ini hanyalah ajaran yang sudah tercampur dengan ajaran yang bersumber dari hawa nafsu manusia.
Maka, dari menyikapi kondisi perubahan zaman, bahwa dalam setiap pergantian zaman adakalanya umat yang kudus (suci) yang berkuasa, dan adakalanya umat yang berdosa (zhalim;musyrik) berkuasa
kita sejatinya dapat membuka diri dengan kembali kepada ajaran yang murni, yang berasal dari Abraham (Ibrahim AS), yakni Millah Abraham.
Perhatikan Firman Tuan yang diterangkan di bawah ini !
Al Qur’an surat Al-A’raf ayat 34 :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۭ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ [٧:٣٤]
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.